Pustaka

single

Technology Facilitated Gender Based Violence : Making All Spaces Safe

Judul: Technology Facilitated Gender Based Violence : Making All Spaces Safe

Penulis: Alexandra Robinson (Koord)

Tahun: 2021

Penerbit: UNFPA

Bahasa: Bahasa Inggris

Laporan ini berisikan mengenai perbuatan Kekerasan Berbasis Gender yang Difasilitasi Oleh Teknologi (KBG-DT / Technology Facilitated Gender Based Violence – TF-GBV) yang mengancam global dengan melibatkan teknologi di dalamnya. Khususnya pada Masa Pandemi COVID-19 yang melibatkan dunia digital telah meredam akses informasi dan aktifitas dunia daring.

Laporan ini mendeskripsikan mengenai KBG-DT dengan berbagai aspek, seperti pengertian mengenai KBG-DT, karakteristik KBG-DT yang dapat diidentifikasi, Jenis-jenis KBG-DT serta prevalensi KBG-DT dengan aktor-aktor KBG-DT itu sendiri

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual

Judul: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual

Tahun: 2022

Keluaran: Lembaran Nasional Republik Indonesia

Bahasa: Bahasa Indonesia

Undang-Undang ini mengatur mengenai Pencegahan segala bentuk Tindak Pidana Kekerasan Seksual; Penanganan, Pelindungan, dan Pemulihan Hak Korban; koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; dan kerja sama internasional agar Pencegahan dan Penanganan Korban kekerasan seksual dapat terlaksana dengan efektif.

Selain itu, diatur juga keterlibatan Masyarakat dalam Pencegahan dan Pemulihan Korban agar dapat mewujudkan kondisi lingkungan yang bebas dari kekerasan seksual.

Jauh Panggang dari Api: Menilik Kerangka Hukum Kekerasan Berbasis Gender Online di Indonesia

Judul: Jauh Panggang dari Api: Menilik Kerangka Hukum Kekerasan Berbasis Gender Online di Indonesia

Penulis: Maidina Rahmawati dan Nabillah Saputri

Tahun: 2022

Penerbit: SAFEnet

Bahasa: Bahasa Indonesia

Laporan Pelapor Khusus Kekerasan terhadap Perempuan, Penyebab dan Dampaknya tentang Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Perempuan Online dari perspektif Hak Asasi Manusia (Report of the Special Rapporteur on violence against women, its causes and consequences on online violence against women and girls from a human rights perspective), pada tahun 2018 menyebutkan adanya kecenderungan peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan online atau difasilitasi Teknologi Informasi dan Komunikasi/ Information and Communication Technology (ICT). Persoalan ini terjadi seiring dengan meningkatnya penggunaan platform sosial media dan aplikasi teknis. Dalam laporannya, Pelapor Khusus menjelaskan bahwa dunia digital, internet dan TIK telah menciptakan ruang baru yang mentransformasi cara orang bertemu, berkomunikasi, berinteraksi; yang secara umum membentuk ulang masyarakat.

Tren peningkatan kasus KBGO baik di tingkat global maupun di
dalam negeri, memperlihatkan kedaruratan persoalan KBGO. KBGO menjadi persoalan yang perlu mendapatkan perhatian segera karena penggunaan teknologi digital dan online telah menjadi kebutuhan sehari-hari baik dalam bidang ekonomi, sosial, bahkan politik. Oleh sebab itu, ancaman KBGO terhadap perempuan akan menjadi penghambat bagi pemajuan dan pemenuhan hak asasi perempuan.

Penelitian ini bertujuan untuk memeriksa sejauh mana kerangka hukum di Indonesia telah menjangkau perbuatan KBGO, memeriksa kerangka hukum di Indonesia telah mengatur tentang perlindungan korban KBGO, dan memberikan rekomendasi perubahan dan perbaikan kebijakan untuk pencegahan dan penanganan KBGO serta perlindungan korban KBGO.

Kami Jadi Target: Pengalaman Perempuan Pembela HAM Menghadapi Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO)

Judul: Kami Jadi Target: Pengalaman Perempuan Pembela HAM Menghadapi Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO)

Penulis: Blandina Lintang dan Ika Ningtyas

Tahun: 2022

Penerbit: SAFEnet

Bahasa: Bahasa Indonesia

Kehadiran perempuan pembela hak asasi manusia (PPHAM) sangat krusial dalam berbagai kasus, termasuk dalam hal pendampingan perempuan korban kekerasan. Terutama kasus kekerasan seksual, kehadiran PPHAM turut menentukan akses perempuan korban pada keadilan dan pemulihan. Namun, masih banyak juga yang masih sungkan menggunakan istilah “PPHAM” melainkan menyebut dirinya pendamping korban, relawan, pengada layanan, pengorganisir masyarakat, aktivis, pekerja HAM, pekerja kemanusiaan, atau identitas lain untuk menjelaskan keterlibatannya di dalam aktivisme pembelaan HAM. Namun seluruh penyebutan ini tidak mengurangi sumbangsihnya pada upaya pemenuhan HAM bagi semua, tanpa kecuali.

Guna mendorong penegakan hukum, maka pemerintah perlu memastikan adanya program-program peningkatan kapasitas aparat penegak hukum dalam menangani kasus kekerasan berbasis gender, dan secara khusus KBG di ruang online. Aturan-aturan responsif yang telah ada seperti Peraturan MA No. 3 Tahun 2017 dan Pedoman Kejaksaan No. 1 Tahun 2021 perlu diimplementasikan dalam setiap kasus perempuan berhadapan dengan hukum. Lembaga-lembaga nasional HAM, termasuk Komnas Perempuan, yang memiliki mandat tugas dan kewenangan pengawasan perlu mengambil peran untuk mengawasi implementasi aturan-aturan tersebut. Sementara untuk regulasi yang melindungi, selain mendorong Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS), penguatan pelindungan juga dapat digulirkan melalui revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Undang-Undang Hak Asasi Manusia (UU HAM). Berbagai terobosan untuk hukum acara perlu dipastikan ada agar kesulitan pencarian bukti digital dapat diatasi.

Mengawal Jalan Terjal Perlindungan Penyintas Kekerasan Berbasis Gender Online di Indonesia

Judul: Mengawal Jalan Terjal Perlindungan Penyintas Kekerasan Berbasis Gender Online di Indonesia: Think-piece Memperingati 30 Tahun 16 Hari Anti Kekerasan Berbasis Gender (16HAKBG)

Penulis : SAFEnet dan Oxfam

Tahun: 2022

Penerbit: SAFEnet

Bahasa: Bahasa Indonesia

Niat baik untuk mengadakan pelindungan penyintas kekerasan berbasis gender online (KBGO) harus didasari pemahaman yang tepat tentang kekerasan berbasis gender terlebih dahulu. Perlu diakui secara tegas bahwa kekerasan berbasis gender berakar dari ketidaksetaraan gender, penyalahgunaan kekuasaan, dan norma-norma yang merugikan pihak-pihak tertentu.

Kompleksitas kekerasan berbasis gender, ditambah dengan teknologi digital yang menjadi ruang dan alat kekerasan, membuat penanganan hukum kasus-kasus KBGO penuh tantangan, mulai dari kekosongan hukum, Aparat Penegak Hukum yang belum berpihak pada pengalaman korban, hingga upaya pemulihan bagi penyintas dari sisi teknologi.

Oleh karenanya, memastikan pelindungan bagi penyintas KBGO berarti memastikan semua pemangku kepentingan turut terlibat aktif dan bergotong-royong untuk menghadirkannya.

Aspek Hukum Untuk Jerat Pelaku: Panduan Seri Kedua Menghadapi Penyebaran Konten Intim Non-Konsensual

Judul: Aspek Hukum Untuk Jerat Pelaku: Panduan Seri Kedua Menghadapi Penyebaran Konten Intim Non-Konsensual

Penulis : Justitia Avila Veda

Tahun: 2021

Penerbit: SAFEnet

Bahasa: Bahasa Indonesia

Penyebaran konten intim non-konsensual menjadi tren global yang jumlah dan modusnya bertambah dari hari ke hari. Catatan Kekerasan terhadap Perempuan tahun 2017 berturut-turut hingga 2020 menunjukkan tren yang terus meningkat terkait jumlah pelecehan siber, penguasaan konten secara ilegal, pelanggaran privasi, ancaman distribusi foto/video pribadi, dan rekrutmen online sebagai sebagai kekerasan siber terhadap perempuan yang paling dominan.


Berbagai pelecehan ini jarang berdiri sendiri. Mayoritas kasus penyebaran konten intim non-konsensual melibatkan beberapa kekerasan sekaligus: seseorang membobol akun email korban untuk memperoleh konten intimnya, menguasainya, lalu menggunakan konten tersebut sebagai ancaman untuk memperoleh keuntungan. Penyebaran konten intim non-konsensual yang terdiri dari berbagai lapisan kekerasan ini menyebabkan korban mengalami kerugian
materiil dan imateriil, di antaranya kehilangan pekerjaan, kehilangan kesempatan mengembangkan diri, mengalami depresi dan kecemasan, dan sebagainya.

Terlepas dari kerumitan dan gravitasi dari penyebaran konten intim non-konsensual, Indonesia belum memiliki satu instrumen hukum yang mendefinisikan dan mengaturnya secara komprehensif. Sehingga korban, pendamping, dan aparat penegak hukum harus cerdik menggunakan interpretasi ekstensif atas peraturan perundang-undangan yang dapat dikaitkan dengan kekerasan yang terjadi.

#NewAbnormal: Situasi Pelecehan Seksual di Dunia Kerja Selama Work From Home (WFH)

Judul: #NewAbnormal: Situasi Pelecehan Seksual di Dunia Kerja Selama Work From Home (WFH)

Penulis: Never Okay Project

Tahun: 2020

Penerbit: SAFEnet

Bahasa: Bahasa Indonesia

Riset ini merupakan bagian dari kerjasama antara Never Okay Project dan SAFEnet dalam pemantauan risiko pelecehan seksual di dunia kerja pada masa bekerja di rumah (Work From Home/WFH). Situasi kerja yang berubah ini merupakan perpanjangan dari kebijakan pemerintah uyang menetapkan pembatasan sosial sejak Maret 2020 sebagai respon atas masifnya penyebaran COVID-19.

Secara umum, terdapat dua temuan dasar yang perlu ditindaklanjuti dalam menerapkan WFH. Pertama, risiko pelecehan seksual pada masa bekerja di rumah tetap tinggi karena tidak didukung dengan instrumen-instrumen keselamatan kerja. Dan kedua, praktik pelecehan seksual saat bekerja dari rumah dilakukan secara daring karena penggunaan teknologi digital sebagai sarana komunikasi kerja tidak dapat dihindari.

Memahami dan Menyikapi Kekerasan Berbasis Gender: Sebuah Panduan

Judul: Memahami dan Menyikapi Kekerasan Berbasis Gender: Sebuah Panduan

Penulis: Ellen Kusuma dan Nenden Sekar Arum

Tahun: 2019

Penerbit: SAFEnet

Bahasa: Bahasa Indonesia

Panduan ini memberikan langkah-langkah praktis untuk para individu yang aktif di dunia maya, terutama bagi perempuan dan kaum rentan lainnya yang rawan mengalami kekerasan berbasis gender di ranah online (KBGO), untuk bisa memahami sekaligus melindungi diri dari risiko menjadi target KBGO.

Dalam panduan ini terdapat beberapa bagian yang menjelaskan definisi dan tipe-tipe kekerasan berbasis gender di dunia maya, siapa saja yang rawan menjadi korban dan apa kerugian yang mungkin mereka alami, petunjuk singkat untuk perlindungan privasi online, petunjuk praktis terkait hal yang harus dilakukan saat mengalami KBGO, tips untuk orang atau lembaga yang akan mendampingi korban, serta panduan untuk media dalam melakukan peliputan korban KBGO.

Usut Informasi Pelaku KBGO di Platform Digital: Panduan untuk Korban, Pendamping dan Aparat Penegak Hukum

Judul: Usut Informasi Pelaku KBGO di Platform Digital: Panduan untuk Korban, Pendamping dan Aparat Penegak Hukum

Penulis: BimoFundrika

Tahun: 2021

Penerbit: SAFEnet

Bahasa: Bahasa Indonesia

Panduan “Usut Informasi Pelaku KBGO di Platform Digital” hadir untuk membantu korban, pendamping, dan aparat penegak hukum dalam mempersiapkan dan menyusun permintaan data dan informasi pada platform digital dalam proses pengusutan pelaku, sehingga korban bisa mendapatkan keadilan dalam proses hukum.

Proses penyusunan panduan melewati sebuah diskusi terpumpun (Focus Group Discussion) bersama pihak LBH APIK Jakarta sebagai salah satu mitra pendampingan kasus kekerasan berbasis gender online, perwakilan Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Kepolisian RI, dan perwakilan dari platform digital Facebook, Google, Instagram, Tiktok, Twitter, dan WhatsApp.

Report of the Special Rapporteur on violence against women, its causes and consequences on online violence against women and girls from a human rights perspective

Judul: Report of the Special Rapporteur on violence against women, its causes and consequences on online violence against women and girls from a human rights perspective

Tahun: 2018

Keluaran: Human Rights Council

Bahasa: Bahasa Inggris

Traktat ini merupakan hasil dari laporan bersama mengenai kekerasan berbasis gender online sebagai bentuk perluasan dari kekerasan berbasis gender. Traktat ini dikenal dengan Laporan Pelapor Khusus Kekerasan terhadap Perempuan, Penyebab dan Dampaknya tentang Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Perempuan Online dari perspektif Hak Asasi Manusia.

Traktat ini dilakukan oleh negara-negara PBB menghasilkan rekomendasi bagi negara-negara anggota PBB untuk mengedepankan kesetaraan gender dalam kejadian Kekerasan Berbasis Online ini. Traktat ini dapat digunakan sebagai sikap negara untuk dapat menghentikan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) yang terjadi selama ini.

Page 1 of 8
1 2 3 8